MASAKAN
atau Asakan khas Sunda zaman dulu ternyata memiliki rasa pedas yang
dominan. Sebab hampir di setiap masakan sayur maupun daging olahan,
para orang tua zaman dulu selalu menggunakan cabai sebagai bumbu. Kalau
pun tidak memakai bumbu pedas, pastilah ada sambal yang dihidangkan
bersama lalaban segar.
Dalam khazanah kuliner Parahyangan sendiri, sambal bisa mencapai puluhan
jenis. Sambal dadakan di antaranya sambal combrang, sambal tarasi,
sambal cibiuk, sambal bajak, sambal kacang, dan sambal hejo.
Banyak juga asakan Sunda jaman dulu yang memakai cabai sebagai bumbu.
Seperti sambal goreng ati kentang, sambal goreng kentang mustofa, ase
cabe hejo, rendang jengkol, oblo-oblo tempe peuteuy cabe hejo, kadedemes
atau oseng kulit sampeu, dan lainnya.
Pada talkshow Makanan Tradisional Buhun Sunda Peninggalan Nenek Moyang,
di Bale Parahyangan Hotel Panghegar, Jumat (11/9) sore, Chef Cook
Rohendi mengungkap ada banyak jenis cabai yang dipakai untuk membuat
sambal maupun bumbu masakan.
"Ada cabai hijau, cabai merah, cabai rawit atau cengek hejo, cengek
beureum, cabai gendot, paprika, dan sebagainya. Mereka sengaja menanam
berbagai jenis cabai maupun sayuran di halaman rumah atau kebun
masing-masing. Tentu semua sehat karena tanpa diberi pupuk kimia dan zat
pengawet," jelas juru masak peraih predikat Super Chef dari sebuah
televisi swasta ini.
Dalam acara yang dihadiri tokoh masyarakat Sunda, pengamat kuliner
tradisional, pengurus asosiasi perhotelan, serta aktivis Bandung
Heritage, Chef Rohendi menyampaikan satu pertanyaan sederhana. Mengapa
para orangtua jaman dulu senang membuat dan mengonsumsi masakan pedas?
"Sampai sekarang memang belum ada jawaban pasti. Penasaran, saya
tanya-tanya ke para orangtua di kota besar sampai ke pelosok kampung di
Jawa Barat. Kemungkinan berbagai masakan pedas itu sengaja dibuat
sebagai penghangat tubuh di tengah iklim yang sejuk," ungkap Rohendi.
Ciri khas lain asakan Sunda yaitu kreatif memanfaatkan bahan dasar yang
bagi kebanyakan orang dianggap tidak bermanfaat. Misalnya tumis genjer
yang bahan dasarnya diambil dari tanaman gulma di sela tanaman padi,
sayur kadedemes atau kulit singkong yang seringkali dianggap beracun,
goreng impun garing yang terbuat dari ikan-ikan kecil yang hidup liar di
sungai, atau tutut, hama keong yang hidup di sawah.
"Di masakan cumi hideung, warna hitamnya berasal dari tinta cumi yang
sengaja tidak dibuang. Juga sambal goreng ati sapi atau asakan berbahan
jeroan sapi dan ayam. Di beberapa negara bahan-bahan itu tidak diolah
jadi makanan karena kadar kolesterolnya tinggi," jelas Rohendi.
GM Hotel Panghegar, Hilwan Saleh, menyampaikan berbagai ciri khas asakan
Sunda merupakan wujud kekayaan budaya yang perlu dilestarikan. Malah
seharusnya dilindungi dan diperlakukan sebagaimana benda cagar budaya.
"Bila dikaitkan dengan industri pariwisata, eksplorasi apapun terkait
masakan tradisional Sunda berpotensi besar jadi obyek wisata. Sebab
masyarakat pariwisata internasional menganggap, makan bukan lagi sekadar
mengisi perut. Merekapun mencari sensasi baru dengan menikmati makanan
khas di suatu daerah," ujar Hilwan. (ricky reynald yulman)
Setara Masakan Internasional
MASYARAKAT Sunda selayaknya merasa bangga terhadap kekayaan kuliner
tradisional yang dimiliki. Bila didata serius boleh jadi ada ratusan
jenis menu makanan dan minuman tradisional khas Sunda.
Ragam jenis masakan khas Sunda bahkan bisa mengalahkan kekayaan kuliner
suatu negara di belahan dunia lain. Secara umum ada makanan pembuka
seperti Soto Bandung. Ada juga makanan utama pendamping nasi seperti
hayam bakakak, cumi hideung, sambel goreng ati kentang, semur jengkol,
ulukutek leunca, ase cabe hejo, oblo-oblo tempe peteuy cabe hejo,
kasreng hejo kacang hejo, dan lainnya.
Makanan khas Sunda lain yang memiliki rasa manis (amis-amis) biasanya
dikelompokkan sebagai makanan penutup. Di antaranya putri noong,
kelepon, cocorot, gurandil, awug, katimus, misro, dan sebagainya. Ada
juga minuman khas seperti es goyobod atau es cingcau.
Satu kelompok makanan Sunda lagi biasa diistilahkan sebagai hahampangan
atau makanan ringan. Di antaranya keremes, opak, kolontong, borondong,
kalua jeruk, kerupuk melarat, semprong, dan lain sebagainya.